Selasa, 13 Desember 2011

PENERAPAN SIFAT-SIFAT NABI SAW DALAM PERBANKAN SYARIAH


Oleh :
M. Edris Muzammil*)
M. Saefuddin**)


Sifat – sifat Nabi Muhammad SAW yang meliputi : shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh bersifat universal. Artinya sifat-sifat ini tidak hanya sebatas diterapkan di bidang dakwah tetapi juga dapat diterapkan di bidang kehidupan lainnya, termasuk di bidang bisnis perbankan syariah. Penerapan sifat-sifat tersebut dalam perbakan syariah biasanya disempurnakan dengan sifat istiqomah. Empat sifat Nabi SAW dalam perspektif syariah dapat menjadi key success factors (KSF) dalam mengelola suatu bisnis, agar mendapat celupan nilai-nilai moral yang tinggi. Sifat – sifat ini sudah sangat dikenal di kalangan ulama, tapi masih jarang diimplementasikan khususnya dalam dunia bisnis.
Salah satu rahasia keberhasilan Rasulullah SAW sebagai seorang pedagang adalah karena sifat jujur dan adil dalam mengadakan hubungan dagang dengan para pelanggannya. Sifat-sifat ini  tumbuh melekat dalam diri beliau sehingga dikenal dengan sebutan Al-Amin.  Gelar Al Amin yang diterima nabi SAW dari suku Qraisy tidak terlepas dari empat sifat beliau lainnya yaitu Shiddiq, Tabligh, Amanah, dan Fathonah .
Hafidudin dan Tanjung (2003) menyebutkan bahwa contoh budaya kerja yang diterapkan dalam institusi syariah yaitu Bank Syariah Mandiri adalah SIFAT yang merupakan singkatan dari Shiddiq, Istiqomah, Fathonah, Amanah, dan Tabligh.

Shiddiq
Shiddiq adalah sifat Nabi Muhammad SAW., artinya 'benar dan jujur'. Jika seorang pemimpin, ia senantiasa berperilaku benar dan jujur dalam sepanjang kepemimpinannya. Benar dalam mengambil keputusan-keputusan dalam perusahaan yang bersifat strategis. Keputusan strategis tersebut  menyangkut visi/misi, dalam menyusun rencana dan sasaran secara objektif, serta efektif dan efisien dalam implementasi dan operasionalisasinya di lapangan.
Sebagai pemimpin perusahaan, ia selalu jujur, baik kepada company (pemegang saham), customer (nasabah), competitor (pesaing), maupun kepada people (karyawannya sendiri), sehingga bisnis ini benar-benar dijalankan dengan prinsip-prinsip kebenaran dan kejujuran.
Sifat shiddiq bagi seorang pemasar haruslah menjiwai seluruh perilakunya dalam melakukan pemasaran. Ia akan senantiasa shidiq  dalam berhubungan dengan pelanggan, dalam bertransaksi dengan nasabah, dan dalam membuat perjanjian dengan mitra bisnisnya. Ia senantiasa mengedepankan kebenaran informasi yang diberikan dan jujur dalam menjelaskan keunggulan produk-produk yang dimilikinya. Sekiranya dalam produk yang dipasarkan terdapat kelemahan atau cacat, maka ia menyampaikan secara jujur kelemahan atau cacat dalam produknya kepada calon pembeli. Inilah bisnis syariah yang diwarnai oleh sifat shiddiq-nya Nabi Muhammad SAW, sebagaimana beliau juga mencontohkan hal yang sama ketika melakukan perdagangan.
Rasulullah SAW. adalah makhluk Allah yang paling sempurna dalam hal kejujuran. Pada awal kerasulannya, Muhammad SAW. pernah bertanya kepada kaum Quraisy, "Bagaimana pendapatmu sekalian kalau kukatakan bahwa di balik bukit ini ada pasukan berkuda? Percayakah kalian?"Jawab mereka, "Ya, engkau tidak pernah disangsikan. Belum pernah kami melihat engkau berdusta."
Jawaban orang Quraisy itu disampaikan secara spontan karena yang bertanya adalah Muhammad ibn 'Abdullah. Sosok yang selama ini mereka gelari dengar al-amin, orang terpercaya. Penganugerahan gelar al-amin ini diberikan oleh orang-orang Quraisy. Padahal, sejarah mencatat bahwa peradaban Quraisy saat itu dan Jazirah Arab pada umumnya berada di tengah peradaban jahiliah. Sebuah peradaban yang sudah tidak bisa lagi membedakan antara yang hak (benar) dan batil (salah). Kejujuran Muhammad ibn' Abdullah tidak luntur oleh peradaban di sekelilingnya. Justru orang-orang yang hidup di peradaban jahiliah itu (Quraisy) secara sukarela memberikan penghargaan kepada kejujuran Muhammad dengan menggelarinya al-amin.
Sikap jujur berarti selalu melandaskan ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada kontradiksi dan pertentangan yang disengaja antara ucapan dan perbuatan. Oleh karena itulah, Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk senantiasa memiliki sifat    shiddiq dan juga dianjurkan urituk menciptakan lingkungan yang shiddiq
.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar" (QS AI-Taubah:[9]: 119).

Selain itu, dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. Bersabda :

"Hendaklah kalian jujur (benar) karena kejujuran mengantarkan kepada kebaikan. Dan kebaikan akan mengantarkan ke dalam surga. Seseorang yang selalu berusaha untuk jujur akan dicatat oleh Allah sebagai orang jujur. Dan jauhilah oleh kamu sekalian dusta (kidzib), karena dusta itu akan mengantarkan kepada kejahatan. Dan kejahatan akan mengantarkan ke dalam neraka. Seseorang yang selalu berdusta akan dicatat oleh Allah sebagai pendusta" (HR AI-Bukhari).

Alangkah indahnya jika kita bisa menjalankan bisnis dengan sifat shiddiq dan mempengaruhi lingkungan bisnis kita dengan sifat shiddiq. Kekotoran, kezaliman, kemunafikan, penipuan, dan keserakahan akan lenyap dengan menghidupkan sifat-sifat shiddiq di benak semua pelaku bisnis.
Kejujuran dalam dunia bisnis, bisa juga ditampilkan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan (mujahadah dan itqan). Tampilannya dapat berupa : ketepatan waktu, janji, pelayanan, pelaporan, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi) ; melakukan perbaikan secara terus-menerus; menjauhkan diri dari berbuat bohong dan menipu (baik kepada diri sendiri, teman sejawat, perusahaan maupun mitra kerja, termasuk informasi melalui iklan-iklan di media tulis dan elektronik). Bisnis yang dipenuhi kebohongan dan manipulasi seperti ini insya Allah tidak akan mendapat rahmat dan barokah dari Allah SWT."
Kejujuran saja sebagai bekal bagi para profesional bisnis syariah tidaklah cukup. Ia harus ditopang dengan faktor-faktor lain. Sekiranya bekal kejujuran saja cukup menjadi syarat bagi seseorang untuk ditunjuk menjadi pemimpin, maka Abu Dzar Al-Ghifari (sahabat Nabi Muhammad SAW. yang paling jujur) pasti telah mendapat amanat untuk memimpin pemerintahan dari Nabi Muhammad Saw.
Ibn Taimiyyah mengatakan, sesungguhnya Abu Dzar r.a. adalah sahabat yang lebih saleh dalam hal amanat dan kejujurannya (daripada Khalid ibn Walid), tetapi Rasulullah SAW. sendiri bersabda kepadanya:

"Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihat dirimu itu lemah, dan sesungguhnya aku mencintai untuk kamu atas sesuatu yang aku mencintainya untuk diriku: Janganlah kamu memerintah dua orang dan menjadi wali bagi harta anak yatim!" (HR Muslim).

Padahal sebuah kesaksian mengatakan, "Sesungguhnya tidak terdapat di kolong langit dan di atas bumi orang yang paling jujur perkataannya melebihi Abu Dzar." Kejujuran hanyalah salah satu faktor yang harus ada pada profesional bisnis perbankan syariah, dan faktor ini terkait erat dengan faktor-faktor lain.

Amanah
Amanah artinya dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel. Amanah bisa juga bermakna keinginan untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Di antara nilai-nilai yang terkait dengan kejujuran dan melengkapinya adalah amanah. la juga merupakan salah satu moral keimanan. Seorang pebisnis haruslah memiliki sifat amanah, karena Allah menyebutkan sifat orang-orang mukmin yang beruntung adalah yang dapat memelihara amanat yang diberikan kepadanya. Allah Swt. Berfirman:

"Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat dan janji janjinya" (QS AI-Mu'minun [ 23]: 8).

Konsekuensi amanah adalah mengembalikan setiap hak kepada pemiliknya, baik sedikit ataupun banyak, tidak mengambil lebih banyak daripada yang ia miliki, dan tidak mengurangi hak orang lain, baik itu berupa hasil penjualan, fee, jasa atau upah buruh.
Amanah juga berarti memiliki tanggung jawab dalam melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Amanah dapat ditampilkan dalam bentuk : keterbukaan, kejujuran, dan pelayanan yang optimal kepada nasabah. Allah SWT. berfirman,

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat" (QS AI-Nisa' [4]: 58).

Rasulullah Saw. bersabda, "Bahwa amanah akan menarik rezeki, dan sebaliknya khianat akan mengakibatkan kefakiran"(HR AI-Dailami).

Sifat amanah ini akan membentuk kredibilitas yang tinggi dan sikap penuh tanggung jawab pada setiap individu Muslim. Kumpulan individu dengan kredibilitas yang tinggi akan melahirkan masyarakat yang kuat, karena dilandasi oleh saling percaya antar anggotanya. Sifat amanah memainkan peranan yang fundamental dalam ekonomi dan bisnis, karena tanpa kredibilitas dan tanggung jawab, kehidupan ekonomi dan bisnis akan hancur.
Praktik perdagangan yang Islami, mengenal adanya istilah "perdagangan atas dasar amanah". Akad-akad tijarah yang diterapkan pada prinsipnya menggunakan prinsip mudharabah, murabahah, syirkah, dan wakalah, diperlukan komitmen semua pihak atas amanah yang diberikan kepadanya. Adanya salah satu pihak yang khianat atas amanah yang dipercayakan kepadanya bisa mengakibatkan pembatalan akad perjanjian. Misalnya, pihak pengelola ternyata menggunakan dana tersebut untuk memperkaya diri sendiri, atau untuk bisnis yang diharamkan Allah SWT. Karena itu, Rasulullah SAW. Mengatakan:
"Allah azza wa jalla berfirman: 'Aku adalah pihak ketiga dari kedua belah pihak yang berserikat selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya. Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianati temannya, Aku berlepas diri dari keduanya" (HR Abu Dawud).

Dalam riwayat lain disebutkan,
"Tangan Allah menyertai kedua orang berserikat selama salah satu dari keduanya tidak mengkhianati yang lain. Apabila salah satu dari keduanya telah mengkhianati temannya, Dia mengangkat kembali tangan-Nya dari keduanya" (H R AI-Duruquthni).

Integritas seseorang akan terbentuk dari sejauh mana orang tersebut dapat memelihara amanah yang diberikan kepadanya. Pebisnis yang baik adalah yang mampu memelihara integritasnya. Integritas yang terpelihara akan menimbulkan kepercayaan (trust) bagi nasabah, mitra bisnis, dan bahkan semua stakeholder dalam suatu bisnis. Dari sinilah, bisnis yang didasarkan dengan nuansa syariah akan bangkit, sepanjang sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. tadi menjadi jiwa dalam perilaku bisnisnya.



Fathanah
Fathanah dapat diartikan sebagai intelektual, 'kecerdikan atau kebijaksanaan'. Pemimpin perusahaan yang fathanah artinya pemimpin yang memahami, mengerti, dan menghayati secara mendalam segala hal yang menjadi tugas dan kewajibannya.
Sifat fathanah dapat dipandang sebagai strategi hidup setiap Muslim. Seorang Muslim harus mengoptimalkan segala potensi yang telah diberikan oleh-Nya untuk mencapai Sang Kholiq. Potensi paling berharga dan termahal yang hanya diberikan pada manusia adalah akal (intelektualitas). Allah dalam AI-Quran selalu menyindir orang-orang yang menolak seruan untuk kembali (tobat) kepada-Nya dengan kalimat "Apakah kamu tidak berpikir? Apakah kamu tidak menggunakan akalmu? Allah menciptakan siang dan malam, menjadikan gunung-gununq, tanaman-tanaman yang berbeda sebagai tanda kebesaran-Nya bagi kaum yang berpikir." Allah SWT. Berfirman :
"Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sunqai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan" (QS AI-Ra'd [13]: 3).

Salah satu ciri orang yang paling bertakwa adalah orang yang paling mampu mengoptimalkan potensi pikirnya. AI-Quran menyebut orang yang senantiasa mengotimalkan potensi pikirnya dengan sebutan ulul al-albab, yaitu orang yang iman dan ilmunya berinteraksi secara seimbang (dynamic equilibrium).
Allah SWT. bahkan memberikan peringatan keras kepada orang-orang yang tidak menggunakan akalnya,
"Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya" (QS Yunus [10]: 100).

Implikasi ekonomi sifat fathanah dalam bisnis adalah segala sesuatu aktivitas dalam manajemen suatu perusahaan harus dengan kecerdasan. Yakni dengan mengoptimalkan semua potensi akal yang ada untuk mencapai tujuan. Memiliki sifat jujur, benar, dan bertanggung jawab saja tidak cukup dalam mengelola bisnis secara profesional. Para pelaku bisnis syariah juga harus memiliki sifat fathanah, yaitu sifat cerdas, cerdik, dan bijaksana, agar usahanya bisa lebih efektif dan efisien serta mampu menganalisis situasi persaingan (competitive setting) dan perubahan-perubahan (changes) di masa yang akan datang.
Kecerdasan yang dimaksudkan di sini termasuk juga kecerdasan spiritual.  Ary Ginanjar mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai: "kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikitan yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (hanif), dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik), serta berprinsip hanya karena Allah."
Sifat fathanah ini akan menumbuhkan kreativitas dan kemampuan untuk melakukan berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Kreatif dan inovatif hanya mungkin dimiliki ketika seorang selalu berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan dan informasi, baik yang berhubungan dengan pekerjaannya maupun perusahaan secara umum. Sifat fathanah (perpaduan antara 'alim dan hafidz) telah mengantarkan Nabi Yusuf a.s. dan tim ekonominya berhasil membangun kembali negeri Mesir.

"Berkata Yusuf, Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan" (QS Yusuf [12]: 55).

Dia lalu diberi jabatan sebagai Menteri Keuangan Mesir. Dengan tim ekonominya, dia kemudian membangun kembali Mesir yang sudah berada di jurang kehancuran karena krisis ekonomi, kembali bangkit menjadi negara yang surplus dan makmur.
Sifat fathanah pulalah seperti yang diriwayatkan oleh Imam AI-Bukhari yang mengantarkan Nabi Muhammad SAW. (sebelum menjadi nabi) mendapat keberhasilan dalam kegiatan perdagangan. Pebisnis syariah mesti mampu mengadopsi sifat ini jika ingin menjadi seorang pebisnis yang sukses di masa depan, terutama dalam menghadapi situasi persaingan (competitive setting) yang bukan hanya rumit (complicated) dan canggih (sophisticated), tetapi bahkan kadang-kadang menghadapi situasi yang kacau (chaos). Pebisnis juga harus mempunyai kecerdasan memprediksi situasi persaingan global ke depan dengan kemajuan teknologi komunikasi yang demikian pesat, yang sudah tidak mengenal batas garis wilayah dan teritorial suatu negara.
Saat ini manusia dapat berkomunikasi dan melakukan transaksi bisnis ke mancanegara hanya melalui perangkat komputer di dalam kamar tidur, tanpa harus ke kantor, bertemu klien secara langsung atau malah meninjau perusahaan klien yang ada di negara tertentu. Di sini, sifat fathanah perlu dioptimalkan.

Tabligh
Sifat tabliqh artinya komunikatif dan argumentatif. Orang yang memiliki sifat tabligh, akan menyampaikan sesuatu dengan benar (berbobot) dan dengan tutur kata yang tepat (bi al-hikmah). Seorang pemimpin dalam dunia bisnis haruslah menjadi seseorang yang mampu mengkomunikasikan visi dan misinya dengan benar kepada karyawan dan stakeholder lainnya.   
Seorang pemasar harus mampu menyam­paikan keunggulan-keunggulan produknya dengan jujur dan tidak berbohong dan menipu pelanggan. Dia harus menjadi seorang komunikator yang baik yang bisa berbicara benar dan bi al-hikmah (bijaksana dan tepat sasaran) kepada mitra bisnisnya. Kalimat-kalimat yang keluar dari ucapannya "terasa berat" dan berbobot. AI-Quran menyebutnya dengan istilah qaulan sadidan (pembicaraan yang benar dan berbobot) . Allah berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (qaulan sadidan), niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan kemenangan yanq besar" (QS AI-Ahzab [33] 70-71).


Dalam ayat yang lain disebutkan,

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS AI-Nisa' [4]: 9).

Pichthall, seorang ahli komunikasi, menerjemahkan kata-kata qaulan sadidan dengan dua cara. Pada Surah AI-Ahzab ayat 70-71, ia menerjemahkannya dengan speak words straight to the point (bicaralah langsung pada pokok persoalan), tetapi pada Surah AI-Nisa' ayat 29, ia menerjemahkannya dengan speak justly (bicaralah yang benar). Keduanya menyampaikan makna yang tepat untuk kata sadidan, demikian pendapat Jalaluddin Rakhmat.
Orang yang mendapat hidayah dari Allah Swt. memiliki pembicaraan yang "berat", berbobot, dan benar (qaulan sadidan). Mereka biasanya adalah orang-orang yang ibadahnya baik, akhlaknya baik, tidak pernah meninggalkan tahajud, dan dalam bermuamalah pun selalu terpelihara dari bisnis-bisnis yang transaksinya terlarang.
Alangkah mulianya jika dalam mengelola bisnis kita memiliki pemimpin, karyawan, atau pemasar yang bisa dipercaya karena kesalehan dan kejujurannya, yang di cintai karena kepribadian dan kecerdasannya, sehingga bisa menjadi panutan bagi siapa saja yang berinteraksi dengannya. Kata-katanya selalu menjadi rujukan dan didengarkan karena mengandung kebenaran dan memiliki makna yang dalam. Antisipasinya jauh ke depan, men­jangkau masa yang akan dilalui suatu bisnis.
Seorang pebisnis Islami selain harus memiliki gagasan-gagasan segar, ia juga harus mampu mengkomunikasikan gagasan-gagasannya secara tepat dan mudah dipahami oleh siapa pun yang mendengarkan. Dalam bahasa AI-Quran disebut dengan bi al-hikmah. Allah Swt. berfirman,

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (bi al-hikmah) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk" (QS AI-Nahl 16:125}.
Ayat tersebut mengisyaratkan makna bahwa selain harus bi al-hikmah dan penyampaian yang baik, seorang pemimpin juga harus mampu berargumentasi, berdialog, dan berdiskusi dengan baik. Karena itu, kami menganggap sifat tabligh ini merupakan salah satu key success factors dalam mengelola bisnis di masa depan.
Sifat tabligh dengan bahasanya yang bi al-hikmah, artinya berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahaminya dan diterima oleh akalnya, bukan berbicara sesuatu yang sulit dimengerti. 'Ali r.a. pernah mengatakan, "Ajaklah manusia berbicara dengan sesuatu yang mereka pahami, dan tinggalkan apa yang (tidak mereka mengerti). Apakah kamu ingin Allah dan Rasul-Nya didustakan?"
Termasuk dalam kategori bi al-hikmah adalah berdiskusi dan melakukan presentasi bisnis dengan orang lain dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga orang tersebut mudah memahami pesan bisnis yang ingin kita sampaikan. Allah berfirman,
"Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya dia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka "' (QS Ibrahim [14]: 4).

Pengertian berbicara dengan bahasa kaumnya pada ayat tersebut di atas dalam makna yang luas. Bisa dalam lingkup wilayah, lingkup tingkat intelektual, maupun lingkup profesi. Pengertian bahasa kaumnya dalam lingkup wilayah misalnya orang-­orang Cina hendaknya diajak bicara dengan bahasa Cina atau orang-orang Rusia harus menggunakan bahasa Rusia. Pada lingkup tingkat intelektualitas ayat tersebut bermaksud bahwa orang-orang berpendidikan diajak berbicara dengan bahasa yang lebih ilmiah, sedangkan orang-orang awam dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Pada lingkup jenis profesi bisnis maka orang-orang bisnis diajak bicara dengan menggunakan bahasa bisnis. Itulah makna bahasa kaumnya dalam makna yang luas.
Kita harus memahami budaya mitra bisnis kita. Jika dia orang Jawa Timur, pakailah gaya bahasa Jawa Timuran, yang terkesan lebih bebas, akrab, tanpa harus menjaga tata krama dan tutur kata yang lembut seperti ketika bertemu rekan bisnis yang berasal dari Jawa Tengah, sekalipun mereka sama-sama orang Jawa. Pe­nyampaian yang benar yang telah disesuaikan dengan lawan bicara kita, niscaya akan menambah daya saing perusahaan.

Istiqamah
Istiqamah artinya konsisten dalam iman dan nilai-nilai yang baik meskipun menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran, serta keuletan, sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya interaksi yang kuat dengan Allah dalam bentuk sholat, zikir, membaca Al Qur’an, dan lain-lain. Semua proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang memungkinkan kebaikan, kejujuran, dan keterbukaan teraplikasikan dengan baik. Sebaliknya keburukan dan ketidak-jujujuran akan tereduksi dan ternafikan secara nyata. Orang dan lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan sekaligus mendapatkan solusi serta jalan keluar dari persoalan yang ada. Firman Allah dalam surat Fushilat: 30-31.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu". Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta.
M. Edris Muzammil : Alumnus Program Doktor (S3) Ekonomi Islam, Universitas Airlangga, Staff Edukatif Program Magister Managemen Universitas Muria Kudus.
M. Saefuddin : Penulis Buku : Benarkah Saya MUSLIM ? Percik-percik Renungan Bagi Pribadi Muslim.

1 komentar:

  1. Semoga Dapat meniru sifat-sifat beliau dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Amin, agar terbebas dari barang-barang yang subhat apalagi haram.

    BalasHapus